Khamis, 2 Jun 2011

Tak Ada Perempuan, Kambing Dan Ayam Pun Jadi

Namaku Memed, awas jangan salah menyebut namaku menjadi memek, ketika itu (tahun 1978) umurku baru 12 tahun, namun anehnya hasrat seksualku telah begitu kuat, sehingga kadang sulit untuk diredam. Imajinasiku kadang demikian melambung mengkhayalkan hal-hal yang tidak layak dipikirkan dan dikhayalkan anak seusiaku. Hasrat seksual itu sering muncul begitu saja tanpa sebab yang jelas.
Pernah, suatu malam ketika keluargaku sedang menonton TV. Kebetulan ruang nonton TV dalam keadaan gelap, karena lampunya dimatikan, hanya diterangi oleh cahaya dari layar TV. Menjelang tengah malam semuanya tertidur, kecuali aku. Aku melihat adikku Tuti, dua tahun di bawahku, tepat berada di sampingku. Entah kenapa tiba-tiba hasrat seksualku muncul tiba-tiba. Tanganku merayap, menyibakkan rok yang dipakai adikku, tanganku perlahan-lahan meraba-raba belahan memek di balik celana dalamnya, yang tentunya masih bersih belum tumbuh bulu sedikit pun. Keberanianku semakin muncul, karena tidak ada reaksi dari adikku, kulepaskan tangan sambil sedikit memiringkan tubuhku dan kucium bibirnya, tak ada reaksi.
Karena khawatir ketahuan yang lain, apa lagi kalau adikku bangun, kuhentikan aktivitasku. Namun, debaran dada semakin meledak-ledak, karena hasrat yang sangat sulit dibendung, tapi rasa takut mengalahkan hasratku yang meledak-ledak.
Bayangan dan hasrat semalam tenyata masih terbawa sampai esok harinya. Kepala terasa berat, menahan hasrat yang demikian menekan. Sampai jam empat sore bayangan-bayangan kejadian malam malah semakin menggila. Akhirnya aku mencari akal bagaimana melampiaskan hasrat tersebut. Aku pergi ke belakang rumah dengan maksud untuk bermain sekedar menepis bayangan semalam. Sesampainya di belakang, aku melihat dua ekor kambing betina.
Tiba-tiba muncul pikiran yang sebelumnya belum pernah singgah, aku dekati kambing itu dan menatapnya dengan seksama, khususnya bagian belakangnya, bagian yang tertutup ekornya. Kupegang dan kuusap-usap bagian punggungnya dan terus ke arah belakang, sementara itu kontolku telah sedemikian ngaceng di balik celana pendek yang kupakai.
Anehnya kambing itu diam saja ketika memeknya kuusap-usap, seperti menikmatinya. Selama tanganku meraba-raba memek kambing itu, pandanganku melihat-lihat jangan-jangan ada orang di sekitar situ dan memergoki apa yang kulakukan. Lima belas menit kemudian, setelah yakin tidak ada orang, kubuka resleting celanaku perlahan-lahan dan mengeluarkan kontolku yang telah sedemikian ngaceng. Kontolku langsung keluar, karena memang aku tidak pernah memakai celana dalam. Aku mulai memakai celana dalam setelah aku kelas tiga SMP, dua tahun kemudian.
Perlahan-lahan kudekatkan kontolku dan kugosok-gosok ke memek kambing itu. Perasaan enak terasa di ujung kontolku, entah mengapa, mungkin karena imajinasiku membayangkan bahwa memek yang sedang kugesek-gesek itu adalah memek adikku. Setelah merasa puas menggosok-gosok kontolku, kumasukkan pelan-pelan kontolku ke dalam memek kambing betina itu, hingga akhirnya masuk semua.
Ketika kontolku telah masuk semua, kambing itu mengembik, namun suaranya terasa agak lain, lebih menyerupai erangan. Kukocok pelan-pelan, takut mbek itu berontak dan kabur, karena tidak diikat. Namun kambing itu tetap diam, malah terasa kambing itu seperti menggoyang-goyangkan pantatnya dan menekan badannya ke arah belakang, sehingga kontolku semakin dalam memasuki memek kambing itu. Sambil mengocok kontol, mulutku menyebut-nyebut nama adikku, kadang teman-teman perempuan sekelasku, dan siapa saja perempuan yang melintas dalam ingatanku.
“Oohh.. Tuti, memekmu enak sekali… oh Mirna.. Henceutmu gurih, oh Maryam sayangku..”
Aku semakin mempercepat kocokan kontolku. Mungkin karena baru pertama melakukan itu dan imajinasiku yang semakin menggila, tidak lama terasa ada sesuatu mendesak dari dalam perutku yang mengarak ke arah kontolku. Seluruh badanku terasa merinding menahan nikmat yang sulit untuk dikatakan. Dan akhirnya, crot-crot.. Entah berapa kali. Kutekan tubuhku dengan menarik tubuh kambing bagian belakang karena takut jatuh, badanku terasa lemas. Setelah agak lama aku membiarkan kontolku di dalam memek kambing itu, kucabut perlahan, terasa linu namun sangat-sangat enak. Setelah kejadian itu, bila hasratku kembali muncul aku mendatangi kambing itu. Dan kulakukan itu hampir tiap hari.
Tiga bulan kemudian, sepulang sekolah ketika hasratku kembali muncul karena di sekolah melihat temanku yang pingsan dan dengan tidak sengaja melihat celana dalamnya, hasrat seksualku muncul sedemikian kuat. Aku pergi ke belakang rumah tempat biasanya sang kambing merumput, aku tidak menemukannya di sana. Kucari ke tempat lain di sekitar rumahku juga tidak ada. Di antara rasa penasaran, heran dan hasrat seksual yang demikian kuat, kutanyakan kepada ibuku. Ia mengatakan bahwa kambing itu setelah aku pergi sekolah dibawa ayah untuk dijual ke Pak Lurah. Walaupun penasaran aku tidak bisa bilang apa-apa, namun demikian ternyata tidak juga menyurutkan hasrat seksualku. Aku kembali ke belakang rumah, mencari akal untuk melampiaskan hasratku yang tidak kunjung terpuaskan.
Tak jauh di belakang rumahku terdapat kebun yang ditumbuhi tanaman jagung, luasnya hampir lima hektar. Di situlah biasanya aku bermain. Aku biasanya bermain sendirian, entah mengapa aku tidak begitu suka main dengan teman sebaya. Sesampainya di tengah-tengah kebun jagung, di antara pohon-pohon jagung aku duduk sambil meluruskan kaki. Tanpa sadar tanganku mengusap-usap kontolku dari luar celana. Karena asyiknya, tanpa kuketahui tiba-tiba di depanku ada seekor ayam betina yang sedang mencari makan. Entah pikiran dari mana, tiba-tiba aku punya pikiran untuk menyetubuhi ayam itu.
Pelahan-lahan sambil mengendap-endap kudekati ayam itu, dan kutangkap. Ternyata ayam itu milik orang tuaku. Karena aku biasa memberinya makan sehingga ayam itu dengan mudahnya kutangkap, walau pun tetap saja mau melepaskan diri, mungkin karena merasa diganggu saat sedang enak-enaknya makan.
Ayam itu kuusap-usap kepala dan punggungnya supaya diam. Setelah tenang, kubuka resleting celanaku dan kukeluarkan kontolku. Sambil kupegang ayam itu dengan kedua tanganku, pelan-pelan kudekatkan pantat ayam itu ke kepala kontolku, dan kutekan pelan-pelan. Karena kontolku sedemikian ngacengnya dan keras, sedikit demi sedikit kontolku masuk ke dubur ayam itu, terasa sulit dan pedih-pedih enak, namun kutekan terus. Ayam itu berontak dan berkotek-kotek serta berusaha melepaskan diri. Kupegang lebih kencang karena takut lepas, sambil ditekan lebih kuat. Akhirnya seluruh kontolku masuk. Ayam itu tetap berkotek dan berusaha melepaskan diri.
Pelan-pelan ayam itu kuangkat sedikit dan kutekan kembali perlahan-lahan dan akhirnya semakin kencang. Aku ingin cepat-cepat menyelesaikan ‘proyek’ kecil yang mengasyikkan namun menegangkan itu. Tak lama kemudian seluruh badanku terasa merinding menahan nikmat yang sulit untuk dikatakan. Dan akhirnya, crot-crot.. Kutekan ayam itu ke belakang supaya kontolku masuk lebih dalam. Setelah agak lama aku membiarkan kontolku di dalam dubur ayam itu, kucabut perlahan, terasa linu namun sangat-sangat enak. Ternyata, betul kata pepatah, tak ada perempuan, kambing dan ayam pun jadilah..
*****
Suatu hari, entah iblis mana yang mengantarkanku ke pengalaman yang benar-benar aneh. Aku bermaksud mengembalikan buku yang kupinjam dari salah seorang teman sekolahku, seorang perempuan, Yuli namanya. Ia anak tetanggaku yang paling dekat dengan rumahku, oleh karena itu aku agak berani meminjam buku. Ketika sampai di rumahnya, yang kutemukan hanya ibunya yang sedang menjemur pakaian. Kutanyakan padanya, ia bilang bahwa Yuli sedang bermain di belakang rumah atau paling di saung di kebun singkong, sedang main dengan anjingnya.
Aku pergi ke belakang rumah Yuli, kucari-cari tidak ada. Lalu aku masuk ke kebun singkong tidak jauh dari situ. Kulihat tak jauh ada sebuah saung. Kudekati, tapi kudengar suara keluhan atau tepatnya erangan yang sangat halus, namun kadang-kadang terdengar agak memburu. Aku heran dan penasaran. Kuintip dari arah belakang saung melalui lubang yang agak lebar. Kulihat Yuli sedang duduk, tapi rok bagian bawahnya terangkat ke atas, dan tampak di bawahnya seekor anjing, kutahu nama anjing itu Bleki, sedang menjilat-jilat kemaluan si Yuli. Mata si Yuli tampak terpejam, dan mulutnya mengeluarkan suara seperti mengerang keenakan.
Aku heran akan tetapi entah bagaimana tiba-tiba nafsu birahiku muncul dengan tiba-tiba dan kontolku terasa tegang. Pelan-pelan aku melangkah ke depan saung dan perlahan masuk ke saung itu. Aku membungkuk dan melihat apa yang dilakukan anjing itu. Tampak memek si Yuli telah memerah dan basah oleh air liur anjing itu. Memeknya tampak masih bersih tanpa sehelai pun rambut. Pelan-pelan anjing itu kuusap-usap dan kusingkirkan, dan cepat-cepat kugantikan tugas yang sedang dilakukan anjing itu. Aku meniru apa yang dilakukannya terhadap memek Yuli.
“Ehm.. Ohh..”
Terdengar Yuli mengerang agak kencang. Pelan-pelan kuraba memek Yuli, dan kubuka belahannya. Tampak warna merah muda yang sangat membangkitkan nafsu birahi itu terpampang di depanku. Berbeda dengan memek kambing apalagi dubur ayam. Yang ini benar-benar lain dan sungguh indah. Aku semakin semangat menjilat-jilatnya.
Semakin lama erangan Yuli semakin sering. Tiba-tiba rambutku terasa ada yang memegang dan kepalaku semakin ditekannya kuat-kuat.
“Oohh.. Enak.. Shht..!!” Aku semakin bersemangat.
Tiba-tiba kepalaku dicengkeram dan digoyang-goyang, terdengar Yuli berkata seperti terkejut..
“Siapa itu..?”
Aku menghentikan aktivitasku dan menengadahkan kepalaku, tampak Yuli terkejut..
“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Yuli, tapi anehnya seperti tidak ada kesan yang memperlihatkan rasa malu, hanya keheranan. Melihat itu, muncul keberanianku..
“Menikmati memekmu..”
“Oohh… kamu suka?”
“Suka sekali.. Lalu?” jawabku.
“Bagaimana kalau kita lanjutkan?” tanya Yuli.
“Boleh?” aku bertanya tak percaya.
“Heem.. Tanggung, tapi jangan bilang-bilang siapa ya?!”
“Ya..” jawabku sepat.
“Sini lihat kontolmu..!” kata Yuli enteng.
Kubuka resleting celanaku dan kubuka celanaku. Maka keluarlah kontolku yang sejak tadi sudah tegang dan keras. Yuli memegangnya dan menariknya. Aku meringis kesakitan.
“Pelan-pelan dong..!” kataku.
“Aku sudah nggak tahan.. Ohh” ia berkata setengah mengerang.. Ditariknya perlahan kontolku dan diletakkannya ke memeknya dan digosok-gosoknya.
“Tekan-pelan-pelan Med..”.
Aku menekannya pelan-pelan, tapi tiba-tiba tumitku yang terlipat menindih batu yang agak runcing, aku kaget karena sakit. Gerakanku yang tiba-tiba menekan kontolku, sehingga.. Bless… Ahh.. Aku dan Yuli melenguh berbarengan. Anehnya kontolku bisa masuk dengan lancar. Dan akhirnya seluruh batang kontolku masuk ke dalam memek Yuli. Terasa kenikmatan yang sangat berbeda jauh dengan memek Kambing apalagi dubur ayam. Hangat, basah dan terasa lebih lembut. Setelah dibiarkan beberapa lama, aku menarik dan menekan secara perlahan, akan tetapi Yuli tampak liar menggoyang ke kiri dan ke kanan secara bersamaan juga mendorong dan menarik..
Luar biasa, gadis kecil ini belajar dari mana? Karena gerakan Yuli begitu atraktif, aku tak tahan lagi, dan tak lama kemudian.. Crot.. Crot.. Aku mengeluarkan spermaku di dalam memek Yuli.. Dan tampak Yuli pun mengerang dengan kuat.. Orgasme. Akhirnya kami berdua ambruk di saung itu. Setelah agak lama, aku berkata…
“Kamu hebat dan tampaknya sudah berpengalaman”.
“Ya, berkat kamu dan si Bleki”
“Maksudmu?” tanyaku heran.
“Aku melihat kamu sering ngentot dombamu itu, aku sering mengintipmu. Karena penasaran aku coba dengan anjingku, yakh karena aku tidak punya kambing sepereti kamu”
“Oohh..” aku bergumam..
Sejak saat itu, aku sering bermain dengan Yuli, baik di saung maupun di kebun jagung belakang rumahku. Pengalaman yang benar-benar aneh..

Tiada ulasan:

Catat Ulasan